Pertumbuhan Konsumsi Daging Yang Berkelanjutan
This post has been translated from English to Indonesian. You can find the original post here. Thanks to Tipping Point Private Foundation for generously funding this translation work.
Organisasi Pangan dan Agrikultur Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menerbitkan tinjauan pasar daging global setiap tahunnya untuk menginformasikan kepada publik tentang produksi, ekspor dan harga global dari produk daging yang berbeda. Meskipun data tersebut tidak ditujukan untuk advokat hewan, informasi pada laporan ini bisa memberikan informasi strategi kampanye dan advokasi.
Tinjauan FAO 2021 menyorot tren penting dalam produksi dan perdagangan daging unggas (termasuk ayam dan bebek), sapi (termasuk sapi dan kerbau), babi dan kambing (domba dan kambing) di tahun 2020.
Beberapa penemuan penting itu antara lain:
- Harga: Harga daging global rata-rata turun 4,5% di 2020 dibandingkan 2019. FAO mengaitkan hal ini dengan penurunan ekonomi global, hambatan persediaan dan pembatasan impor.
- Produksi: Produksi keseluruhan mencapai 337,2 ton di 2020, yang kurang lebih sama saat 2019. Secara umum, peningkatan produksi daging ayam mengimbangi produksi daging sapi dan babi.
- Ekspor: Ekspor daging global mencapai 38,7 juta ton di 2020, hingga 6% dari 2019. Sementara 14 dari 20 negara pengimpor daging teratas mencatat impor lebih rendah di 2020, pengekspor daging terbesar di dunia mengirimkan lebih banyak daging daripada yang mereka lakukan di tahun sebelumnya. Sebagian besar dikarenakan permintaan di Asia, khususnya Cina.
Laporan ini juga menjelaskan tren di setiap kategori daging:
Daging Unggas
Karena harga yang terjangkau dan siklus produksi yang pendek di sektor ini, produksi daging unggas meningkat sekitar 1% menjadi 133.3 juta ton di 2020. Namun demikian, ini masih menjadi pertumbuhan terendah yang tercatat sejak 1960.
Kebanyakan pertumbuhan produksi terjadi di Cina, AS, Brasil, Afrika Selatan dan Uni Eropa. Di AS, sektor tersebut diuntungkan oleh Program Bantuan Pangan Virus Corona milik pemerintah dan ekspor meningkat karena permintaan Cina yang besar atas perjanjian perdagangan yang baru saja ditandatangani. Meski negara-negara Eropa menghadapi wabah flu burung, produksi masih meningkat, tetapi dengan laju yang sedikit lebih lambat dari tahun-tahun sebelumnya.
Berkaitan dengan ekspor, perdagangan daging unggas tetap stabil dari 2019, yaitu sekitar 14 juta ton. Negara-negara pengekspor lain diuntungkan dari pembelian yang tinggi di Asia dan Timur Tengah. Secara keseluruhan, impor global didorong oleh Cina, di mana konsumen beralih dari daging babi (yang mana harganya meningkat karena hasil dari wabah Flu Babi Afrika).
Daging Sapi
Persediaan terbatas dan permintaan yang lemah mengarah pada turunnya produksi dan perdagangan daging sapi. Penurunan produksi daging di India adalah yang terbesar, diikuti oleh Australia, Brasil, Uni Eropa dan Afrika Selatan. Alasan dibalik penurunan ini termasuk kurangnya hewan yang tersedia untuk disembelih, pembatasan transportasi dan penundaan pemrosesan.
Bagaimanapun, sementara volume perdagangan berkurang, Cina dan AS mengimpor lebih banyak daging sapi di 2020 dibandingkan 2019 untuk memenuhi permintaan lokal yang meningkat. Cina juga meningkatkan produksinya, sebagian berkat dukungan pemerintah dan lebih sedikit peraturan lingkungan.
Daging Babi
Produksi daging babi global sedikit berkurang dari 2019, umumnya karena wabah Flu Babi Afrika di Cina, Vietnam dan Filipina. Namun, negara-negara produsen lain mencatat pertumbuhan produksi karena bantuan pemerintah, permintaan asing dan jumlah babi yang tinggi.
Meskipun penurunan dalam produksi, perdagangan meningkat 24,5% hingga mencapai 11,9 juta ton di 2020. Sekali lagi, ini sebagian besar karena impor Cina yang hampir dua kali lipat. Pengekspor utama adalah Uni Eropa, AS, Kanada dan Brasil.
Daging Kambing
Laporan ini menunjukkan produksi global meningkat sedikit dari 2019, di mana Asia dan Afrika meningkatkan produksi mereka sementara Oseania dan Eropa mengurangi produksi.
Ekspor daging kambing turun 6,5% di 2020, yang menurut laporan hal ini akibat wabah COVID-19. Australia sebagai pengekspor besar mengurangi perdagangannya hampir 13% dibandingkan 2019 karena virus dan juga karena terbatasnya hewan yang tersedia untuk disembelih setelah penyembelihan berlebih di tahun sebelumnya.
Sorotan Tren Utama
Karena Cina memengaruhi banyak tren dalam laporan tersebut, ada baiknya kita melihat lebih jauh sektor daging negara itu. Konsumsi daging di Cina lebih tinggi dari negara lain — sekitar 89 juta ton dibandingkan konsumen terbesar berikutnya, yaitu AS, yang mengonsumsi sekitar 42 juta ton. Oleh karena itu, laporan ini menyoroti permintaan daging di Cina yang meningkat sebagai tren penting untuk diikuti.
Dukungan dari pemerintah juga sangat menonjol melalui perjanjian perdagangan, subsidi dan program-program lain untuk menguntungkan sektor daging. Reformasi subsidi peternakan tetap menjadi isu penting bagi banyak advokat hewan. Penting juga untuk dicatat bahwa laporan ini mengukur daging dalam berat karkas dan bukan individu — Jika FAO mengukurnya dalam berat individu, maka di 2020 lebih banyak individu yang sudah dibunuh dibandingkan tahun sebelumnya karena produksi daging unggas meningkat.
Untuk advokat hewan, akan sangat berguna untuk mempelajari hubungan antara harga, persediaan dan permintaan serta ekspor dan impor dalam industri daging. Topik penting yang tidak ada dalam laporan tersebut termasuk dampak lingkungan dari daging dan implikasi etis dari peternakan makhluk hidup. Namun demikian, statistik ini menunjukkan wilayah geografis mana yang sangat membutuhkan advokasi vegan dan hewan mana yang kita harus fokuskan di kampanye di masa mendatang.